JendralSoeharto memberikan keterangan pemerintah dihadapan sidang DPRHR mengenai terjadinya penyerahan kekuasaan Pemerintah tetap berpendirian bahwa sidang MPRS perlu dilaksanakan agar penyerahan kekuasaan tetap konstitusional Mengangkat Soeharto sebagai presiden republik Indonesia hingga terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan umum
› Harmoko yang di tahun 1998 menjabat Ketua DPR/MPR, memberi keterangan pers. “Pimpinan Dewan mengharapkan demi persatuan dan kesatuan, agar Presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri,” ujar Harmoko. Kompas/Eddy Hasby Ketua DPR/MPR Harmoko mengumumkan kepada pers, pemilu diselenggarakan medio 1999. Kesepakatan tersebut tercapai pada pertemuan konsultasi yang bersifat tertutup, antara pimpinan DPR, pimpinan fraksi-fraksi DPR dan Presiden BJ Habibie selama 90 menit di Gedung MPR/DPR Jakarta hari Kamis 28/5/1998.Ribuan mahasiswa berduyun-duyun datang ke pusat kota Jakarta, dan menduduki Gedung DPR/MPR, 18 Mei, 23 tahun silam. Mereka satu suara menuntut reformasi bidang politik, ekonomi dan hukum, serta mundurnya Presiden Soeharto dan Wakil Presiden BJ yang kala itu menjabat sebagai Ketua DPR/MPR, lantas memberikan keterangan pers. Hanya dalam waktu lima menit, ia membacakan satu halaman keterangan persnya, dengan ekspresi wajah tanpa senyum. “Pimpinan Dewan baik ketua maupun wakil-wakil ketua mengharapkan demi persatuan dan kesatuan, agar Presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri,” ujar Harmoko, sambil bergegas meninggalkan ruangan tanpa bersedia diwawancara petir di siang bolong, pernyataan Harmoko cukup mengagetkan banyak pihak. Bahkan, fraksinya sendiri, Fraksi Karya Pembangunan Golkar, pun saat itu masih belum menyampaikan juga Harmoko, Menteri Penerangan di Era Orde Baru, BerpulangKompas/Johnny TG Pimpinan DPR Ketua Harmoko Wakil Ketua Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur dan Fatimah Achmad tidak nampak di Gedung DPR, Senin 18/5/1998, membuat pernyataan mengimbau Presiden Soeharto mengundurkan luar itu, pernyataan Harmoko tetap mengundang tanya. Pasalnya, selama ini, Harmoko-lah yang terus mendorong Soeharto agar menjadi presiden periode 1998-2003. Padahal, Soeharto tidak mempermasalahkan jika tidak menjabat presiden kembali. Ia sudah enam kali menjadi presiden saat menurut Harmoko, keinginan mencalonkan lagi Ketua Dewan Pembina Golkar tersebut merupakan kehendak rakyat. “Inilah aspirasi demokrasi,” katanya, seperti dikutip dari arsip Kompas, 17 Oktober Soeharto menyatakan mundur sebagai presiden pada 21 Mei 1998, Harmoko pun menyampaikan bahwa itu juga tetap merupakan aspirasi rakyat. Ia menolak pendapat yang menyatakan telah menjerumuskan Soeharto dalam posisi yang sulit. “Itu pikiran keliru,” juga Mantan Menteri Penerangan Harmoko Dimakamkan dengan Protokol Covid-19Jalur politik Bung HarmokoSepintas, tidak masuk akal, jika Harmoko ingin menjerumuskan Soeharto. Sebab, hampir seluruh karier politik Bung Harmoko, panggilannya saat itu, dihabiskan bersama Presiden Soeharto. Bahkan, sebutan “orang kepercayaan Presiden Soeharto” melekat 15 tahun Bung Harmoko menjabat Menteri Penerangan, lalu dipercaya menjadi Menteri Negara Urusan Khusus selama tiga bulan. Usai menjabat pembantu Presiden, ia naik pangkat jadi mitra eksekutif sebagai Ketua DPR/MPR.“Suatu lonjakan pergantian peran yang luar biasa. Ibarat wayangan, orang Nganjuk, Jawa Timur, kelahiran 7 Februari 1939 itu cukup lengkap memainkan peran di panggung politik,” tulis wartawan Kompas, Agus Hermawan, seperti dikutip dari arsip Kompas, 3 Oktober Suratno Presiden Soeharto hari Senin meresmikan Gedung Dewan Pers di Jalan Kebon Sirih, Jakarta, 1 Maret 1982. Tampak Presiden Soeharto sedang mengetik ucapan selamat atas terpakainya Gedung Dewan Pers pada mesin pengolah kata yang dipamerkan, disaksikan oleh Ketua PWI Pusat sebuah wawancara Kompas, pernah ditanyakan soal banyaknya orang yang mengatakan bahwa Harmoko berambisi menjadi wakil presiden. Bapak dua putri dan satu putra itu pun tertawa lepas. "Kalau kita mengikuti omongan orang, kita nggak kerja. Karena itu, lebih baik kita bekerja saja sesuai keyakinan kita," selanjutnya, apakah Anda ingin jadi Presiden? “Saya tidak punya cita-cita. Terus terang saja. Kita harus menyadari diri supaya tidak punya beban,” tutur daging wartawanMeski telah malang melintang di panggung politik nasional, Harmoko tak pernah melupakan dirinya yang hanya sebagai bekas wartawan. "Darah daging saya adalah wartawan," kata mantan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Pusat 1973-1983 itu dalam berbagai MPR Bambang Soesatyo ingat betul sepak terjang Harmoko. Sebagai wartawan, Harmoko tak cuma dikenal sebagai pemimpin PWI Pusat tetapi juga pendiri Pos Kota yang legendaris hingga Nugraha Ketua Umum DPP Golkar, Harmoko disertai Gubernur Irian Jaya JB Wenas, mengadakan kampanye di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Irian Jaya, Senin 12/5/1997. Masyarakat datang dengan koteka berwarna kuning. Adakah koteka pun mengalami dari itu, pada 1993, Harmoko juga merupakan tokoh sipil pertama yang menahkodai Golkar. Enam ketua umum partai berlambang pohon beringin itu sebelumnya, Suprapto Sukowati, Amir Murtono, Sudharmono, dan Wahono, berlatar tentara.“Lewat program temu kader ke berbagai daerah di Nusantara, Harmoko membuktikan bahwa dirinya tak kalah dengan para jenderal,” ucap Bambang, yang juga Wakil Ketua Umum DPP pada Pemilu 1997, Golkar mendapat 74,51 persen suara. Raihan suara tersebut meningkat sekitar 6 persen dari Pemilu 1992, yakni 68,10 persen. “Itu rekor prestasi yang hingga kini belum terpecahkan,” kata SUSANTO Sesepuh Golkar-Sejumlah sesepuh Partai Golkar hadir dari kiri, Abdul Latief, Harmoko, Baramuli dalam pembukaan Musyawarah Nasional VII Partai Golkar di Bali International Convention Center , Nusa Dua, Bali, Kamis 16/12/2004.Wakil Ketua Umum DPP Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung juga mengamini prestasi Harmoko itu. Menurut dia, di periode kepemimpinan Harmoko, Golkar meraih salah satu perolehan suara tertinggi selama mengikuti pemilu.“Di internal Golkar, Pak Harmoko juga memperkenalkan istilah tiara hari tanpa penggalangan’ yang menginspirasi para kader saat ini dalam melakukan konsolidasi organisasi tiada henti,” ujar sebuah wawancara Kompas, Harmoko menyadari bahwa ia merupakan orang pertama warga negara Indonesia dari pasca-1945 yang menduduki jabatan ketua umum Golkar. Ia pun menyadari, dengan posisi itu, ada pula yang tidak suka dengannya.“Itu wajar saja kalau ada yang tidak suka. Di dalam hidup ini kan ada orang yang senang dan ada yang tidak. Dan saya dalam hidup ini selalu mengambil hikmahnya. Terhadap yang senang dan suka pada saya, saya menyampaikan terima kasih. Terhadap yang tidak senang kepada saya, juga saya menyampaikan terima kasih,” ucap TG Akbar Tandjung kanan terpilih sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat DPP Golkar periode 1998-2003 menggantikan Harmoko, 8/9/1998.Ia melanjutkan, “Dengan cara itu, saya tidak menanggung beban dan saya tidak mengembangkan permusuhan. Kan enak, semuanya ini warga negara, semuanya kawan sambil tertawa, jadi kenapa kita harus mengembangkan pemikiran-pemikiran yang bersifat konfrontatif, yang bersifat bermusuhan.”Minggu 4/7/2021 malam, Harmoko bin Asmoprawiro 82, berpulang. Ia telah dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Selamat jalan Bung!Question3 30 seconds Q. Mundurnya Presiden Soeharto membawa Habibie menggantikan menjadi presiden. Dasar yang digunakan dalam hal ini adalah. answer choices instruksi presiden ketetapan MPR pasal 18 UUD 1945 pasal 8 UUD 1945 Question 4 30 seconds Q. Tekanan terhadap kepemimpinan Soeharto menjelang kejatuhan Orde Baru berasal dari.
JAKARTA, - Dua puluh tiga tahun lalu, 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya. Ia menyerahkan kekuasaan kepada Wakil Presiden BJ Habibie berdasarkan aspirasi rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan pengunduran diri Soeharto itu sebetulnya tak terlalu mengejutkan. Sebab, sehari sebelumnya, rencana itu sudah ramai dibicarakan. Meski beberapa hari sebelumnya Soeharto masih yakin dapat mengatasi keadaan. Lantas, apa yang mendorong Soeharto akhirnya memutuskan mundur? Baca juga 21 Mei 1998, Saat Soeharto Dijatuhkan Gerakan Reformasi... 18 mei 1998 Berdasarkan arsip pemberitaan Kompas 27 Mei 1998, mundurnya Soeharto diawali dari keterangan pers Ketua DPR/MPR Harmoko pada 18 Mei 1998. Saat ribuan mahasiswa menguasai gedung DPR/MPR, Harmoko dengan tegas menyatakan bahwa pimpinan DPR, baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Soeharto mundur secara arif dan bijaksana. Saat itu Harmoko didampingi seluruh Wakil Ketua DPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad. Namun, Panglima ABRI saat itu, Wiranto, menganggap pernyataan Harmoko itu merupakan sikap dan pendapat individual, bukan lembaga. Baca juga Kisah Soeharto Ditolak 14 Menteri dan Isu Mundurnya Wapres Habibie... Sementara itu, Soeharto menerima empat menteri koordinator menko di Cendana yang melaporkan perkembangan politik terkini. Para menko berniat menggunakan kesempatan itu untuk menyarankan agar Kabinet Pembangunan VII dibubarkan saja, bukan di-reshuffle. Tujuannya, agar mereka yang tidak terpilih lagi dalam kabinet reformasi tidak terlalu malu. Namun, belum sempat wacana itu muncul, Soeharto mengatakan, "Urusan kabinet adalah urusan saya." Para menko itu heran karena Soeharto sudah tahu, hingga tidak ada yang berani membicarakan wacana itu. 19 Mei 1998 Pagi hari berikutnya, Soeharto bertemu ulama dan tokoh masyarakat. Tokoh yang hadir antara lain Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid, Direktur Yayasan Paramadina Nucholish Madjid, Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia Yusril Ihza Mahendra, KH Cholil Baidowi Muslimin Indonesia, dan Sumarsono Muhammadiyah. Usai pertemuan itu, Soeharto menyatakan akan melakukan reshuffle kabinet dan membentuk Komite Reformasi. Menurut Nurcholish, ide itu murni datang dari Soeharto. Tidak ada tokoh yang menyampaikannya kepada Bapak Pembangunan tersebut. Nurcholis dan Gus Dur menolak terlibat dalam Komite juga Mengenang Puncak Kegalauan Soeharto Sebelum Memutuskan Mundur... Dalam pertemuan ini, sesungguhnya tanda-tanda Soeharto akan mundur sudah tampak. Namun, ada dua orang yang tidak setuju bila Soeharto, karena dianggap tidak akan menyelesaikan masalah. Sore harinya, Menko Ekonomi, Keuangan, dan Industri Ekuin Ginandjar Kartasasmita menyampaikan reaksi negatif para senior ekonomi; Emil Salim, Soebroto, Arifin Siregar, Moh Sadli, dan Frans Seda, atas rencana Soeharto membentuk Komite Reformasi dan me-reshuffle kabinet. Pada intinya mereka menganggap tindakan itu hanya mengulur-ulur waktu. 20 Mei 1998 Kegalauan Soeharto semakin bertambah-tambah pada 20 Mei 1998. Saat itu, 14 menteri bidang Ekuin sepakat tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi ataupun Kabinet Reformasi hasil reshuffle. Semula ada keinginan untuk menyampaikan hasil pertemuan itu secara langsung kepada Presiden Soeharto, tetapi akhirnya diputuskan menyampaikannya lewat sepucuk surat. Malam harinya, surat itu disampaikan melalui Kolonel Sumardjono. Soeharto langsung masuk ke kamar dan membaca surat itu. Soeharto saat itu benar-benar terpukul. Ia merasa ditinggalkan. Baca juga Ruang Tamu Cendana Malam Itu, Sehari Jelang Mundurnya Soeharto... Adapun 14 menteri yang menandatangani, sebut saja Deklarasi Bappenas, secara berurutan adalah Akbar Tandjung, AM Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita, Giri Suseno Hadihardjono, Haryanto Dhanutirto, Justika S Baharsjah. Kemudian, Kuntoro Mangkusubroto, Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto Sastrowardoyo, Sumahadi MBA, Theo L Sambuaga, dan Tanri Abeng. Soeharto kemudian memanggil Wapres BJ Habibie untuk memberitahukan soal kemungkinan mundur. Habibie diminta siap jika kekuasaan kepresidenan diserahkan kepadanya. Probosutedjo, adik Soeharto, yang berada di kediaman Jalan Cendana, malam itu, mengungkapkan, Soeharto terlihat gugup dan bimbang. "Pak Harto gugup dan bimbang, apakah Habibie siap dan bisa menerima penyerahan itu. Suasana bimbang ini baru sirna setelah Habibie menyatakan diri siap menerima jabatan Presiden," ujarnya. Baca juga Pertemuan Soeharto dan Para Tokoh Masyarakat Jelang Lengser Pukul WIB, Soeharto memerintahkan ajudan untuk memanggil Yusril Ihza Mahendra, Mensesneg Saadillah Mursjid, dan Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto. Soeharto sudah berbulat hati menyerahkan kekuasaan kepada Wapres BJ Habibie. Kemudian, sekitar pukul WIB Yusril bertemu Amien Rais. Dalam pertemuan itu, Yusril menyampaikan rencana Soeharto untuk mundur pada 21 Mei 1998, sekitar pukul WIB. Dalam bahasa Amien, kata-kata yang disampaikan oleh Yusril itu, "The old man most probably has resigned" orang tua itu kemungkinan besar mundur. Pada 21 Mei 1998 dini hari, pukul WIB, Amien Rais bersama sejumlah tokoh reformasi menggelar jumpa pers. Dalam jumpa pers itu, Amien mengatakan, "Selamat tinggal pemerintahan lama, dan selamat datang pemerintahan baru." 21 Mei 1998 Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya. Kekecewaan Soeharto tergambar jelas dalam pidato. Melalui pidato singkat, ia mengatakan, "Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998." Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. "Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998," ujar Soeharto saat membacakan surat pengunduran dirinya. Banyak orang bersorak saat televisi mengumumkan langsung orang nomor satu di Indonesia saat itu menyatakan mundur dari kursi kekuasaannya yang telah diduduki selama