Lebihdari 50 tahun Hamka dan Isterinya saling mendampingi, segala suka dan cita mereka hadapi berdua dari masa usia muda, ketika menikah , Hamka berusia 19 tahun, dan Isterinya kala itu berusia 16 tahun. Keduanya dikaruniai 12 orang anak. Dapat dibayangkan perjuangan hidup mereka sebagai orangtua membesarkan anak anak mereka. Setelah Isteri beliau wafat, Hamka lebih sering tinggal di rumah
News "Di mata kaum Islamis, Buya Hamka itu masuk neraka karena membiarkan kaum perempuan dalam keluarganya tidak berjilbab," tulisnya. M Nurhadi Rabu, 27 Januari 2021 1529 WIB Cuitan Ade Armando Buya Hamka biarkan keluarga masuk neraka Twitter - Ramai pemberitaan terkait penggunaan jilbab yang belum lama ini ramai diperbincangkan di berbagai lini di Indonesia masih terus menggema. Hal ini juga turut memancing komentar dari Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Ade Armando. Disertai dengan foto keluarga dari ulama kenamaan, Buya Hamka, Ade Armando menyebut ulama tersebut masuk neraka karena membiarkan wanita di keluarganya tidak menggunakan jilbab. Cuitan Ade Armando Buya Hamka biarkan keluarga masuk neraka Twitter"Di mata kaum Islamis, Buya Hamka itu masuk neraka karena membiarkan kaum perempuan dalam keluarganya tidak berjilbab," tulisnya melalui akun twitter adearmando1, Rabu 27/1/2021. Baca JugaTegas! Kota Padang Tetap Lanjutkan Aturan Wajib Jilbab untuk Siswi Muslim Cuitannya ini lantas memancing beragam reaksi dari publik di Twitter. "Baiknya pakailah cara yang manis, indah, nyaman, tanpa membuat kisruh, tanpa membuat perbedaan semakin panas... saya gak ngerti ajaran apa yang terjadi saat ini.. sulit untuk diberikan penjelasan, hingga harus selalu bertentangan.. salam saya orang sumbar yg masih pancasila," kata umbrelluck. Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan julukan Buya Hamka adalah seorang ulama, sastrawan, sejarawan, dan ahli politik yang sangat terkenal kelahiran Maninjau Sumatera Barat. Usai peristiwa 1965, Buya Hamka meninggalkan dunia politik dan sastra. Sosok ini kerap menulis di Panji Masyarakat sudah dan kemudian merefleksikan dirinya sebagai seorang ulama. Buya Hamka kemudian menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia pertama pada tahun 1975. Baca JugaCak Nun Jangan Paksa Cewek Berjilbab, Masak Rambut Kelihatan Masuk Neraka Berita Terkait Ia juga terlihat mengenakan baju berlengan pendek bestie 0832 WIB Mahasiswa program double degree akan mendapatkan dua gelar dari UI dan University of Birmingham. news 2255 WIB Artis sekaligus pemeran Siti Raham dalam film Buya Hamka, Ludya Cynthia Bella pernah memiliki hubungan dengan sederet laki-laki dari mulai anak pejabat hingga artis terkenal, berikut adalah daftarnya. bandungbarat 2235 WIB Setelah mendengar pengakuan Vincent dan Desta yang kini jarang beribadah, Habib Jafar pun memberikan ceramahnya. dexcon 1726 WIB Eks Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia BEM UI, Manik Marganamahendra yang sempat mengkritik DPR RI pada 2019 lalu, kini menjadi Caleg DPRD DKI Partai Perindo. bandungbarat 1336 WIB News Terkini PKS yang saat ini juga bergabung Koalisi Perubahan untuk Persatuan KPP tak khawatir bila Partai Demokrat berpaling. News 1930 WIB Harga tiket dibuka Rp 900 ribu sampai dengan Rp 1,7 juta. News 1915 WIB Masih dalam rangka tour Asia dari Music Of The Spheres World Tour, Coldplay akan tampil di National Stadium selama empat malam pada Januari 2024 23, 24, 26, dan 27 Januari 20 News 1826 WIB Pasalnya Majelis Hakim telah mengabulkan permintaan Shane. News 1631 WIB Namun, kabar permintaan maaf tersebut kemudian ditanggapi Maia. News 1620 WIB Menurutnya Sandiaga religius dan Ganjar Pranowo nasionalis. News 1543 WIB Selain itu, ia juga mengurangi konsumsi makanan mengandung tepung dan produk susu untuk memperlambat munculnya bintik hitam pada kulit. News 1734 WIB Menurut Anggy, di film kedua cerita lebih menarik dan berbeda dari sebelumnya. News 1727 WIB Pernyataan itu keluar dari Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani. Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyebut hal itu sebagai bentuk spirit yang merangkul News 1559 WIB Natuna sendiri kata dia, sudah mengirimkan total 306 ekor sapi kurban ke pulau-pulau yang ada di Provinsi Kepri menggunakan sarana transportasi laut pada Mei lalu. News 1547 WIB Akibatnya ada tiga wilayah yang rawan kebakaran dampak dari kemarau tersebut. News 1540 WIB Harley tersebut milik mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Rafael Alun Trisambodo. News 1540 WIB Usai melakukan peninjauan, Wapres didampingi Gubernur Kepri direncanakan langsung menuju ke Bandara Hang Nadim dan bertolak ke Kota Tanjung Pinang, Kepri untuk bermalam. News 1533 WIB Sementara di ruko, penyidik menemukan tiga unit mobil mewah. News 1526 WIB Direktur Riset SMRC, Deni Irvani menjelaskan suara Anies berbeda signifikan dengan kedua bakal calon presiden lainnya News 1315 WIB Tampilkan lebih banyak
Berbedasekali dengan perkataan Quraish Shihab yg mengatakan istri Buya Hamka tidak pakai jilbab agar memuluskan niat busuknya mengatakan JILBAB Tidak Wajib, sehingga ia berani menghujat ketetapan Allah yg telah diabadikan dalam Al Qur'an dalam beberapa ayat akan wajibnya wanita muslimah untuk berhijab..Diantaranya surat al ahzab ayat 59.. SUARA BANDUNG - Ada seorang yang bertanya kepada Buya Yahya, terkait dosa istri yang paling besar itu seperti apa. Sontak Buya Yahya menjawab hal tersebut, dengan mengatakan dosa itu pada dasarnya dibenci oleh Allah SWT. Karena menurut Buya Yahya, dosa apapun jikalau pelakunya tersebut meremehkan, maka akan menjadi besar. Tidak hanya itu, menurut Buya Yahya jikalau meremehkan dosa, maka pelaku tidak akan menyadari perilakunya tersebut, maka dari itu dapat menjadikan dosa besar. Baca JugaIni Urutan Film Sebelum Nonton Spider-man Across the Spider Verse, Lengkap dengan Link Nonton "Semua dosa dibenci oleh Allah, Allah tidak senang dengan dosa, dan dosa gede itu adalah disaat kita meremehkan dosa tersebut, dosa apapun kalau anda remehkan jadi gede," ucap Buya Yahya dikutip, Rabu, 7/6/2023. Lantas bagaimana tanggapan Buya Yahya terkait dosa istri yang besar kepada suami? Menurut Buya Yahya, dosa yang paling besar bagi istri adalah druhaka kepada suaminya. Tetapi, Buya Yahya dalam hal ini cukup adil, karena ia membeberkan juga dosa besar bagi suami terhadap istrinya. Menurut Buya Yahya, dosa besar bagi suami merupakan zalim kepada istrinya. Baca JugaCEK FAKTA Eric Abidal Tolak Gaji dari PSSI demi Latih Timnas Indonesia U-19 "Dosa yang paling gede adalah durhaka kepada suaminya, kalau bertanya apa dosa suami, yang paling gede zalim kepada istrinya," jelasnya Buya Yahya. * Sumber Youtube Al Bahjah TV

BuyaHamka bersama istri dan anaknya (foto: Buku Kenang-kenangan Hidup karya Buya Hamka) LANGIT7.ID - Menikah dengan Hamka, Siti Raham tetap tegar mengarungi hidup dalam kekurangan. "Kami hidup dalam suasana miskin. Sembahyang saja terpaksa bergantian karena di rumah hanya ada sehelai kain sarung. Tapi, Ummi kalian memang seorang yang setia.

"Saya diminta berpidato, tapi sebenarnya ibu-ibu dan bapak-bapak sendiri memaklumi bahwa saya tak pandai pidato. Saya bukan tukang pidato seperti Buya Hamka. Pekerjaan saya adalah mengurus tukang pidato dari sejak memasakkan makanan hingga menjaga kesehatannya.”Itulah kalimat singkat dari Siti Raham binti Endah saat didapuk memberikan pidato dalam kunjungan Buya Hamka ke Makassar. Tak disangka, ucapan dari wanita bersahaja itu mendapat sambutan besar dari ribuan hadirin. “Hidup Ummi.. Hidup Ummi!” pekik Hamka pun meneteskan air mata. Tangis haru dari ulama besar itu mengiringi langkah kaki sang kekasih turun dari panggung. Betapa besar pengorbanan istri tercintanya dalam masa-masa perjuangan. Siti Raham adalah garansi dari ketawadhuan di balik nama besar Buya cinta mereka dimulai pada 5 April 1929. Kala itu, Siti Raham berusia 15 tahun. Sedangkan Buya Hamka berumur 21 tahun. Sejak itu, mereka sah menjadi pasangan suami istri. Ya, di sebuah usia dimana para muda-mudi saat ini lebih sibuk memakan rayuan dan menenggak Buya Hamka meminang Siti Raham patutlah ditiru. Tidaklah salah Allah menganugerahi manusia dengan kekuatan akal pikirannya. Buya Hamka kemudian menulis roman berbahasa Minang berjudul “Si Sabariyah”. Buku itu dicetak tiga kali. Dari honor buku itulah Buya membiayai suka dan duka mewarnai perjalanan Buya Hamka merajut rumah tangga. Ulama Muhammadiyah itu tidak salah memilih Siti Raham. Di saat ujian datang, wanita kelahiran 1914 ini tampil sebagai motivasi baginya. Tanpa mengeluh maupun gulana.“Kami hidup dalam suasana miskin. Sembahyang saja terpaksa berganti-ganti, karena di rumah hanya ada sehelai kain,” tutur Hamka dalam buku biografi “Pribadi dan Martabat Buya Prof Dr. Hamka” karangan Rusydi kemiskinan dua sejoli ini terjadi ketika lahir anak ketiga, yaitu Rusydi Hamka. Dia dilahirkan di kamar asrama, Kulliyatul Mubalighin, Padang Panjang pada 1935. Sedangkan anak pertama Buya Hamka, bernama Hisyam, meninggal dalam usia lima tahun. Besarnya beban ekonomi ditambah kerasnya penjajahan, membuat Hamka harus memutar otak untuk membiayai kondisi diliputi kemiskinan, pergilah Hamka ke Medan untuk bekerja di Majalah Pedoman Masyarakat. Di kota yang kini menjadi ibukota Sumatera Utara itu, Hamka tinggal selama sebelas penuturan Rusydi Hamka, saat itulah dia menyaksikan dan mengalami kesulitan-kesulitan hidup kedua orangtuanya. Di balik tanggung jawab sang ayah, tak lupa kesetiaan Siti Raham senantiasa bersamanya. Wanita tegar itu senantiasa menjalankan amanah Buya Hamka untuk menjadi istri yang taat suami dan mendidik anak-anak di kala Buya tiada kondisi pas-pasan, Buya Hamka mampu menahkodai rumah tangga dengan tujuh orang anak. Itu belum ditambah beberapa kemenakan yang ikut dibiayai Buya Hamka. Sebab dalam adat Minang, seorang Mamak punya tanggung jawab terhadap kemenakan dan saudara mengatakan Hamka adalah orang yang biasa-biasa saja. Berbeda dengan pria keturunan Minang yang pandai berdagang, Buya Hamka bukanlah orang yang mewarisi bakat berbisnis. Hamka juga bukanlah orang yang makan gaji dari pemerintah.“Ketika pindah ke Padang Panjang dalam suasana revolusi, ayah jelas tak punya sumber kehidupan tetap yang diharapkan setiap bulan,” terang Rusydi memimpin Muhammadiyah di Sumatera Barat, Buya Hamka kerap keliling kampung untuk berdakwah. Perjalanan itu kerap dilaluinya dengan Bendi maupun berjalan kaki. Hal itu dilakukan selama berhari-hari tanpa pulang ke saat menemui istrinya di rumah, pertanyaan yang sering diutarakan Buya Hamka adalah Apakah anak-anak bisa makan? Hingga Buya Hamka sengaja menepuk perut anak-anaknya untuk mengetahui apakah buah hatinya lapar atau sinilah, Siti Raham sukses menjalankan amanah sebagai Ibu. Agar anak-anaknya tidak kelaparan, Siti Raham rela menjual harta simpanannya. Beliau bukanlah wanita menjadikan perhiasan sebagai makhota. Karena makhota sejatinya adalah Buya Hamka dan Kalung, gelang emas, dan kain batik halus yang dibelinya di Medan terpaksa dijual di bawah harga demi membeli beras dan membayar uang sekolah anak-anak. Biarlah dirinya kesusahan, asal perut anak-anaknya tidak kelaparan dan tetap bisa melanjutkan kali dirinya meneteskan air mata, ketika membuka almarinya untuk mengambil kain-kain simpanannya untuk dijual ke pasar. Tak tega melihat istrinya terus menguras hartanya, Buya Hamka sontak mengeluarkan beberapa helai kain Bugisnya untuk dijual. Namun sang istri mencegahnya.“Kain Angku Haji jangan dijual, biar kain saya saja. Karena Angku Haji sering keluar rumah. Di luar jangan sampai Angku Haji kelihatan sebagai orang miskin,” dalam keadaan sederhana Siti Raham masih mempertimbangkan kehormatan suaminya. Apa saja dilakukannya agar Buya Hamka tidak terlihat lusuh di mata jama’ah dan masyarakat. Dari mulai memikirkan pakaian hingga membersihkan kopiah bila Buya Hamka hendak keluar. Karena cinta adalah melihat Buya Hamka menangis saat dirinya turun dari mimbar pidato di Makassar, sang istri hanya bisa tersenyum, “Kan yang Ummi pidatokan itu kenyataannya saja.”
Kalauperlu, istri harus menyembah suaminya, tidak bisa keluar rumah tanpa izin suaminya, dan menjaga harta suami ketika tidak berada di rumah. Buya Hamka dalam tulisannya yang lain menambahkan, laki-laki diberi kelebihan fisik dibanding perempuan, maka laki-laki yang wajib mengembara mencari nafkah sedangkan perempuan bertanggung jawab menjaga
KETIKA dalam sebuah acara Buya Hamka dan istri beliau diundang, mendadak sang pembawa acara meminta istri Buya Hamka untuk naik panggung. Asumsinya, istri seorang penceramah hebat pastilah pula sama hebatnya. Naiklah sang istri, namun ia hanya bicara pendek. “Saya bukanlah penceramah, saya hanyalah tukang masaknya sang Penceramah.” Lantas beliau pun turun panggung. Dan berikut adalah penuturan Irfan, putra Buya Hamka, yang menuturkan bagaimana Buya Hamka sepeninggal istrinya atau Ummi Irfan. BACA JUGA Buya Hamka dan Wanita yang Dipoligami “Setelah aku perhatikan bagaimana Ayah mengatasi duka lara sepeninggal Ummi, baru aku mulai bisa menyimak. Bila sedang sendiri, Ayah selalu kudengar bersenandung dengan suara yang hampir tidak terdengar. Menyenandungkan kaba’. Jika tidak Ayah menghabiskan 5-6 jam hanya untuk membaca Al Quran. Foto Unsplash Dalam kuatnya Ayah membaca Al Quran, suatu kali pernah aku tanyakan. “Ayah, kuat sekali Ayah membaca Al Quran?” tanyaku kepada ayah. “Kau tahu, Irfan. Ayah dan Ummi telah berpuluh-puluh tahun lamanya hidup bersama. Tidak mudah bagi Ayah melupakan kebaikan Ummi. Itulah sebabnya bila datang ingatan Ayah terhadap Ummi, Ayah mengenangnya dengan bersenandung. Namun, bila ingatan Ayah kepada Ummi itu muncul begitu kuat, Ayah lalu segera mengambil air wudhu. Ayah shalat Taubat dua rakaat. Kemudian Ayah mengaji. Ayah berupaya mengalihkannya dan memusatkan pikiran dan kecintaan Ayah semata-mata kepada Allah,” jawab Ayah. BACA JUGA Penjelasan Buya Hamka Tentang Sidratul Muntaha Foto Freepik “Mengapa Ayah sampai harus melakukan shalat Taubat?” tanyaku lagi. “Ayah takut, kecintaan Ayah kepada Ummi melebihi kecintaan Ayah kepada Allah. Itulah mengapa Ayah shalat Taubat terlebih dahulu,” jawab Ayah lagi. [] Sumber Ayah… Kisah Buya Hamka/Irfan Hamka/Republika/2013
Ketiga Pendalilan Bpk Quraish dengan istri Buya Hamka yang tidak memakai jilbab. Tidaklah lazim jika Istri Buya Hamka tidak memakai jilbab maka berarti Buya Hamka membolehkan membuka jilbab. Apa yang dipraktekan oleh istri seorang ustadz tidak mesti seluruhnya dibenarkan oleh sang ustadz, kecuali jika ada pernyataan dari sang ustadz yang
Gabung KomunitasYuk gabung komunitas {{forum_name}} dulu supaya bisa kasih cendol, komentar dan hal seru lainnya. Kaskus Addict Posts 3,353 Lufaefi - Kamis, 28 Januari 2021 1310 WIB Jilbab adalah busana muslim terusan panjang menutupi seluruh badan kecuali tangan, kaki dan wajah yang biasa dikenakan oleh para wanita muslim. Penggunaan jenis pakaian ini terkait dengan tuntunan syariat Islam untuk menggunakan pakaian yang menutup aurat atau dikenal dengan istilah hijab. Dalam sebuah tayangan di televisi swasta, Quraish Shihab ditanya oleh salah seorang jamaah ibu-ibu soal hukum memakai jilbab dan penerapan pemakaiannya dalam keluarganya. Quraish Shihab menjawab bahwa jilbab tidak wajib dikenakan oleh muslimah. Dengan tiga alasan yang perlu dipahami. Sebagai berikut 1. Ulama berbeda pendapat definisi jilbab Alasan pertama karena definisi jilbab antar satu ulama dengan ulama lain berbeda. Ada yang mengatakan jilbab itu seperti pakaian kerudung. Ada yang mengatakan cadar. Dan ada pula yang mengatakan yang penting pakaian terhormat bagi wanita. 2. Ulama berbeda pendapat soal batasan aurat Alasan ini juga menjadi pijakan penting mengapa menurut Quraish Shihab jilbab tidak wajib bagi muslimah. Terhadap batasan aurat wanita, pendapat ulama berbeda-beda. Ada yang mengatakan semua bagian tubuh kecuali telapak tangan dan muka. Ada yang mengatakan selain mata. Dan ada yang mengatakan kurang dari semua itu. 3. Dalam konteks Indonesia jilbab baru ramai dipakai 20-an tahun ke belakang Menurut beliau, alasan mengapa jilbab tidak wajib juga buktinya dulu orang-orang Indonesia tidak berjilbab. Istri Buya Hamka tidak berjilbab. Aisiyah dan Muslimah dulu tidak pakai jilbab. Ini bukti bahwa jilbab terjadi beda pendapat soal kewajiban dan tidaknya. Dari perbedaan para ulama yang ada, menurut beliau, yang paling banyak adalah pendapat yang mengatakan jilbab yang paling penting adalah pakaian terhormat. Jilbab menurut beliau baik. Akan tetapi harus dipakai atas dasar kesadaran, bukan karena paksaan. [URL= E N S O Rid-1266953-read-quraish-shihab-ini-3-alasan-mengapa-jilbab-tidak-wajib-bagi-muslimah]Sumber[/URL] Ane sbg muslim sependapat ama Quraish Shihab, jilbab itu pilihan individu, bukan paksaan. Tafsir alquran Bahasa Indonesia diterjemahin jilbab ? dan ditelen bulet2 ama kadrun dan kadrunwati di marih, sampe anak2 mereka juga dipaksa pake jilbab sejak kecil.. Quraish Shihab yg literally berdarah Arab aja percaya ama tafsir alquran Bahasa Inggris yg universal dan gak dibuat2. Cloak itu jubah / baju panjang yang longgar bray.. gak spesifik hrs nutupin rambut. Berarti di sini banyak yang lebih arab daripada orang arab. Cewe yg pake baju panjang, lebar, dan gombrong, wlpn rambut keliatan, belum tentu bikin cowo2 nafsu bray.. Apalagi cewe yg mukanya di bawah standar.. Ada yg nafsu ama foto aslinya? ngakak dulu ah sebelum ditegur momod & pro kadrun 31-01-2021 1300 prabas dan 49 lainnya memberi reputasi karena itu tafsir agama jangan pernah diurusi negara, apalagi diserahkan pada selera yang sedang menjabat. pakaian di ranah negara harus netral tapi negara juga nggak usah melarang2 orang memakai pakaian yang menjadi simbol agama. itu sebabnya, negara juga nggak usah urusi pendidikan agama karena tafsir dalam 1 agama aja macam2, tafsir mana yang mau dipakai? nanti ada yang beda tafsir di sekolah, bisa ribut atau nilainya jelek gara2 nggak mau ikut tafsir tersebut. 31-01-2021 1312 secer dan 24 lainnya memberi reputasiDiubah oleh billyns 31-01-2021 1330 Kaskus Maniac Posts 6,807 Beda otak Cewe sakit ga mikirin sex. Cowo sakit masih mikirin sex. Klo g salah gw baca di kompas dah lama. 31-01-2021 1312 ujellyjello memberi reputasi Kaskus Addict Posts 2,491 ane nungguin ada gak yang komen soal nyamuk DBD 31-01-2021 1317 scorpiolama dan 6 lainnya memberi reputasi Yang gwa tau, jilbab ga wajib buat laki laki 31-01-2021 1317 asepsutana dan 11 lainnya memberi reputasi Klo gw pribadi pegangannya sholat. Cewek sholat gimana ya udah itu auratnya. Urusan dia pke jilbab atau hijab atau niqab. Ya tergantung orangnya yg nyaman yg mana 31-01-2021 1317 lubizers dan 14 lainnya memberi reputasi KASKUS Addict Posts 3,483 Mbak najwa ga pake jilbab, pake jilbab aneh malahan 31-01-2021 1319 dewimetal dan 4 lainnya memberi reputasi Ane nyimak aja 31-01-2021 1320 iau dan 37sanchi memberi reputasi Jilbab adalah budaya yahudi yg di tiru oleh org2 arab dan agama samawi 31-01-2021 1323 scorpiolama dan 9 lainnya memberi reputasi KASKUS Maniac Posts 9,830 Sebagai non islam gua malah lebih dulu tau drpada umat nya. Tp Karena gua lebih cepat mengerti ya gua ogah masuk ke kaum itu. Biar makhluk spt felix siaw aja yg masuk seperti kata abu duda 31-01-2021 1327 dan 9 lainnya memberi reputasiDiubah oleh bajier 31-01-2021 1335 setiapmenit Yg agan cari itu pembenaran atau kebenaran? Coba aja tanya pendapat ulama yg lain sbg second opinion 31-01-2021 1330 iau dan 2 lainnya memberi reputasi KASKUS Maniac Posts 8,890 31-01-2021 1337 Kaskus Addict Posts 1,310 Yg non muslim ikut campur melulu kalo ajaran agamanya di campurin kan urat nya langsung nongol di leher masing masing 31-01-2021 1343 asepsutana dan 6 lainnya memberi reputasi Aktivis Kaskus Posts 696 Dalam Islam itu ada ayat2 atau teks yg sifatnya Qathiy pasti dan Dzaniy multitafsir Hal yg Qothiy /pasti seperti sholat subuh itu 2 rakaat, zinah itu haram << kalau ada beda tafsir dr ulama dipastikan ulama itu sesat. << inilah teks dasar syariat Hal Dzaniy multitafsir jg sangat banyak salah satunya tentang jilbab, ataupun tentang cara praktek ibadah sholat sendiri ada banyak perbedaan baik yg sunnah bahkan yg fardhu << jadi apabila ada perbadaan dalam hal dzaniy..itulah yg di sebut madzhab...tidak mengapa karena kebenaran itu tidak hanya dari satu jalan selama masih dalam koridor/arahan/pendapat/madzhab yang terpercaya << inilah yang disebut Fiqih wallohu'alam bishowab 31-01-2021 1345 dan 13 lainnya memberi reputasi KASKUS Maniac Posts 9,122 Yg plg enak itu seluruh badan tertutup, hanya pantat yg kebuka. Pakaian penyembah baliho. 31-01-2021 1346 brojolterus dan 2 lainnya memberi reputasi Indah nya dl sebelum 2008 Pada masih banyak gaya rambut wadonnya Skrg menangan motif 31-01-2021 1352 dewimetal dan 5 lainnya memberi reputasiDiubah oleh gikogaza 31-01-2021 1352 KASKUS Maniac Posts 8,378 quraish shihab sama imam syafii pinteran mana TS?😂😂ngaji lagi sonoh 31-01-2021 1356 chaschuser dan 16 lainnya memberi reputasi Kalo ga pake jilbab nanti di kucilkan.... 31-01-2021 1359 dan 9 lainnya memberi reputasi Kaskus Addict Posts 1,839 kalau UU hukum multitafsir itu bahaya, bisa menimbulkan ketidakpastian hukum. Jangan revisi tafsir terus, tapi tafsir yang lama masih tetap berlaku. 31-01-2021 1409 dan jd101 memberi reputasi buat apa original teks tapi terjemahan dan tafsirnya ada selangit 31-01-2021 1413 dan 3 lainnya memberi reputasi
BacaJuga: Kisah Keteguhan Istri Buya Hamka Relasi Hamka dengan ayahnya, Abdul Karim Amrullah adalah relasi cinta yang kompleks antara ayah dan anak. Hamka tidak menolak permintaan Bung Karno itu. Dia langsung datang dan menyalati jenazah Bung Karno. "Buya Hamka itu melupakan dendam, yang ada hanya cinta," kata A Fuadi. (jqf) Bagikan
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kemaren, Selasa 2 Mei 2023, saya bersama istri dan lebih dari delapan puluh warga Komunitas Wedangan, berkesempatan nonton bareng film Buya Hamka di Empire XXI Yogyakarta. Acara nobar dibersamai oleh legislator DPR RI, Dr. Sukamta, dan legislator provinsi DIY, Boedi Dewantoro, Buya Hamka memang sarat akan nilai edukasi dan dakwah Islam. Sejak menit pertama sampai menit terakhir, tidak memberi kesempatan kepada penonton untuk sedikit tertawa. Sebuah film yang amat sangat serius. Di bagian awal film, sudah ditampakkan sikap pribadi Buya Hamka Vino Bastian dalam menyikapi Poligami. Ola Yoriko Angeline, seorang gadis cantik dari Makassar, diantar oleh ayahnya bertemu Buya Hamka. Sang ayah menyatakan bahwa Ola siap menjadi istri kedua Buya. nobar Buya Hamka Buya Hamka tempak terkejut dengan pernyataan tersebut. Intinya, Buya menolak, meskipun dengan cara yang halus. Tidak terima dengan penolakan tersebut, Ola menyampaikan dalil surat An-Nisa ayat 3, "Nikahilah perempuan yang kamu sukai, dua, tiga atau empat," ungkap Ola."Bukankah boleh menikah lebih dari satu, Buya?" tanya Ola."Iya benar, boleh, tapi harus bisa berlaku adil", jawab Buya. "Saya yakin Buya bisa berlaku adil," ujar Ola."Tidak ada yang bisa menjamin saya bisa berlaku adil di sepanjang kehidupan", sambung sekali dalam film ini, soal alasan Buya Hamka menolak menikah lagi hanya dituturkan sampai di sini. Padahal ada hal-hal lain yang sangat bagus untuk diungkap melalui film, agar penonton lebih memahami alasan-alasan di balik sikap Buya. 1 2 3 Lihat Film Selengkapnya
HajiAbdul Malik Karim Amrullah alias Buya Hamka menikahi Siti Raham pada 5 April 1929. Saat itu usia Hamka 21 tahun, usia Siti Raham 15 tahun. Dari pernikahan ini lahir 10 anak yang masih hidup sampai dewasa. Ada dua anak yang meninggal saat kecil dan dua anak yang keguguran.
“Saya diminta berpidato, tapi sebenarnya ibu-ibu dan bapak-bapak sendiri memaklumi bahwa saya tak pandai pidato. Saya bukan tukang pidato seperti Buya Hamka. Pekerjaan saya adalah mengurus tukang pidato dari sejak memasakkan makanan hingga menjaga kesehatannya.”Itulah kalimat singkat dari Siti Raham binti Endah saat didapuk memberikan pidato dalam kunjungan Buya Hamka ke Makassar. Tak disangka, ucapan dari wanita bersahaja itu mendapat sambutan besar dari ribuan hadirin. “Hidup Umi.. Hidup Umi!” pekik Hamka pun meneteskan air mata. Tangis haru dari ulama besar itu mengiringi langkah kaki sang kekasih turun dari panggung. Betapa besar pengorbanan istri tercintanya dalam masa-masa perjuangan. Siti Raham adalah garansi dari ketawadhuan di balik nama besar Buya cinta mereka dimulai pada 5 April 1929. Kala itu, Siti Raham berusia 15 tahun. Sedangkan Buya Hamka berumur 21 tahun. Sejak itu, mereka sah menjadi pasangan suami di sebuah usia dimana para muda-mudi saat ini lebih sibuk memakan rayuan dan menenggak Buya Hamka meminang Siti Raham patutlah ditiru. Tidaklah salah Allah menganugerahi manusia dengan kekuatan akal pikirannya. Buya Hamka kemudian menulis roman berbahasa Minang berjudul “Si Sabariyah”. Buku itu dicetak tiga kali. Dari honor buku itulah Buya membiayai suka dan duka mewarnai perjalanan Buya Hamka merajut rumah tangga. Ulama Muhammadiyah itu tidak salah memilih Siti Raham. Di saat ujian datang, wanita kelahiran 1914 ini tampil sebagai motivasi baginya. Tanpa mengeluh maupun gundah.“Kami hidup dalam suasana miskin. Sembahyang saja terpaksa berganti-ganti, karena di rumah hanya ada sehelai kain,” tutur Hamka dalam buku biografi “Pribadi dan Martabat Buya Prof Dr. Hamka” karangan Rusydi kemiskinan dua sejoli ini terjadi ketika lahir anak ketiga, yaitu Rusydi Hamka. Dia dilahirkan di kamar asrama, Kulliyatul Mubalighin, Padang Panjang pada anak pertama Buya Hamka, bernama Hisyam, meninggal dalam usia lima tahun. Besarnya beban ekonomi ditambah kerasnya penjajahan, membuat Hamka harus memutar otak untuk membiayai kondisi kekurangan, pergilah Hamka ke Medan untuk bekerja di Majalah Pedoman Masyarakat sebagai jurnalis dan penulis. Nama penanya di Medan, ia banyak menulis artikel di berbagai majalah dan sempat menjadi guru agama saat beberapa bulan di Tebing Tinggi. Ia juga mengirimkan tulisan-tulisannya untuk surat kabar Pembela Islam di Bandung dan Suara Muhammadiyah yang dipimpin Abdul Rozak Fachruddin di itu, ia juga bekerja sebagai koresponden di Harian Pelita Andalas dan menuliskan laporan-laporan perjalanan, terutama perjalanannya ke Mekkah pada tahun 1927. Dari situlah lahir Novel Hamka Di Bawah Lindungan Ka’bah. Di kota yang kini menjadi ibukota Sumatera Utara itu, Hamka tinggal selama sebelas penuturan Rusydi Hamka, saat itulah dia menyaksikan dan mengalami kesulitan-kesulitan hidup kedua orangtuanya. Di balik tanggung jawab sang ayah, tak lupa kesetiaan Siti Raham senantiasa bersamanya. Wanita tegar itu senantiasa menjalankan amanah Buya Hamka untuk menjadi istri yang taat suami dan mendidik anak-anak di kala Buya tiada di tengah keterbatasannnya, Hamka sukses menulis buku Tasawuf Modern, sebagai karangan bersambung dalam majalah Pedoman Masyarakat. Sukses di majalah, atas permintaan pembaca Tasawuf Modern diterbitkan sebagai sebuah buku untuk pertama kali tahun pertama buku Buya tersebut mendapatkan sambutan yang luar biasa dari masyarakat sehingga mengalami cetak ulang beberapa kali pada penerbit di Medan. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Tasawuf Modern kembali diterbitkan di Jakarta sekitar tahun kondisi pas-pasan, Buya Hamka mampu menahkodai rumah tangga dengan tujuh orang anak. Itu belum ditambah beberapa kemenakan yang ikut dibiayai Buya Hamka. Sebab dalam adat Minang, seorang Mamak punya tanggung jawab terhadap kemenakan dan saudara mengatakan Hamka adalah orang yang biasa-biasa saja. Berbeda dengan pria keturunan Minang yang pandai berdagang, Buya Hamka bukanlah orang yang mewarisi bakat berbisnis. Hamka juga bukanlah orang yang hidup dari gaji pemerintah.“Ketika pindah ke Padang Panjang dalam suasana revolusi, ayah jelas tak punya sumber kehidupan tetap yang diharapkan setiap bulan,” terang Rusydi memimpin Muhammadiyah di Sumatera Barat, Buya Hamka kerap keliling kampung untuk berdakwah. Perjalanan itu dilaluinya dengan Bendi maupun berjalan kaki. Kegiatan itu dilakukan selama berhari-hari tanpa pulang ke saat menemui istrinya di rumah, pertanyaan yang sering diutarakan Buya Hamka adalah Apakah anak-anak bisa makan? Hingga Buya Hamka sengaja menepuk perut anak-anaknya untuk mengetahui apakah buah hatinya lapar atau sinilah, Siti Raham sukses menjalankan amanah sebagai Ibu. Agar anak-anaknya tidak kelaparan, Siti Raham rela menjual harta simpanannya. Beliau bukanlah wanita yang menjadikan perhiasan sebagai makhota. Karena makhota sejatinya adalah Buya Hamka dan kalung, gelang emas, dan kain batik halus yang dibelinya di Medan terpaksa dijual di bawah harga demi membeli beras dan membayar uang sekolah anak-anak. Biarlah dirinya kesusahan, asal perut anak-anaknya tidak kelaparan dan tetap bisa melanjutkan kali dirinya meneteskan air mata, ketika membuka almarinya untuk mengambil kain-kain simpanannya untuk dijual ke pasar. Tak tega melihat istrinya terus menguras hartanya, Buya Hamka sontak mengeluarkan beberapa helai kain Bugisnya untuk dijual. Namun sang istri mencegahnya.“Kain Angku Haji jangan dijual, biar kain saya saja. Karena Angku Haji sering keluar rumah. Di luar jangan sampai Angku Haji kelihatan sebagai orang miskin,” dalam keadaan sederhana Siti Raham masih mempertimbangkan kehormatan suaminya. Apa saja dilakukannya agar Buya Hamka tidak terlihat lusuh di mata jama’ah dan masyarakat. Dari mulai memikirkan pakaian hingga membersihkan kopiah bila Buya Hamka hendak keluar. Karena cinta adalah melihat Buya Hamka menangis saat dirinya turun dari mimbar pidato di Makassar, sang istri hanya bisa tersenyum, “’Kan yang Umi pidatokan itu kenyataannya saja.”
\n \nistri buya hamka tidak berjilbab

Soekarnojuga berpendapat perlunya memudakan pengertian-pengertian dalam Islam. Perlu pula melihat sisi kesejarahan Islam masa kenabian di mana kaum muda saat itu mendorong dinamika kemajuan Islam. 13 c. Buya Hamka Buya Hamka adalah seorang ulama pejuang kemerdekaan Indo nesia, sekaligus Pahlawan Nasional.

Oleh Andi Ryansyah, Penulis Sejarah dan Pegiat Jejak Islam untuk Bangsa Beberapa waktu lalu, aksi kristenisasi di Indonesia menuai berbagai kecaman dan meresahkan masyarakat, terutama umat Islam. Masih hangat di ingatan kita, seorang nenek berjilbab yang sedang berjalan kaki dalam Car Free Day CFD, tiba-tiba dijegat dan dipaksa berdoa kepada Yesus oleh misionaris.[1] Kemudian pada kasus lain, Ketua Persekutuan Gereja Indonesia PGI tidak menyetujui aturan Polri tentang pemakaian jilbab bagi Polwan.[2] Tampaknya kristenisasi di Indonesia bak barang bekas yang terus didaur ulang. Sebab sejak masa penjajahan, negeri Muslim terbesar di dunia ini dibidik sebagai sasaran empuk oleh Misi Kristen. Ketika penjajah Portugis berhasil menduduki Malaka, Panglima Perang Alfonso Dalbuquerque berpidato, “Adalah suatu pemujaan yang sangat suci dari kita untuk Tuhan dengan mengusir dan mengikis habis orang Arab dari negeri ini, dan dengan menghembus padam pelita pengikut Muhammad sehingga tidak akan ada lagi cahayanya di sini buat selama-lamanya,” Kemudian disambungnya,” Sebab saya yakin kalau perniagaan di Malaka ini telah kita rampas dari tangan kaum muslimin, habislah riwayat Kairo dan Makkah, dan Venesia tidak akan dapat lagi berniaga rempah-rempah kalau tidak berhubungan dengan Portugis.”[3] Penjajah Belanda juga sangat berambisi melakukan aksi kristenisasi. Alb C Kruyt Tokoh Nederlands bijbelgenootschap dan OJH Graaf van Limburg Stirum mengakui, “Bagaimanapun juga Islam harus dihadapi, karena semua yang menguntungkan Islam di Kepulauan ini akan merugikan kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Dalam hal ini diakui bahwa kristenisasi merupakan faktor penting dalam proses penjajahan dan zending Kristen merupakan rekan sepersekutuan bagi pemerintah kolonial, sehingga pemerintah akan membantu menghadapi setiap rintangan yang menghambat perluasan zending.”[4] Pemerintah kolonial juga telah mencoba untuk mengatur perkawinan di masyarakat, yang secara langsung bersinggungan dengan umat Islam di Indonesia, sebagai mayoritas rakyat Indonesia. Pada tahun 1937, Pemerintah kolonial Belanda mencoba mengajukan undang-undang perkawinan yang mewajibkan umat Islam untuk mencatatkan pernikahannya, dan mewajibkan monogami serta melarang suami menceraikan istri secara sepihak. Sontak undang-undang ini menuai reaksi keras dari umat Islam saat itu, sehingga pemerintah kolonial pun membatalkannya. Namun di lain sisi, sejak tahun 1933, pemerintah kolonial telah memberlakukan Undang-undang perkawinan untuk Kristen pribumi yang disebut HOCIHuwelijkes Ordonnantie Christen Indonesiers, dan tetap dipertahankan oleh pemerintah Indonesia setelah merdeka.[5] BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini FatwaBpk.Qurais Shihab -semoga Allah mengembalikan beliau ke jalan yang lurus- akan tidak wajibnya jilbab, bukanlah produk beliau pribadi, akan tetapi pada hakekatnya hanyalah bentuk mengekor kepada salah seorang da'i liberal dari Mesir yang bernama Muhammad Sa'id Al-'Asymawi yang telah menulis sebuah kitab yang berjudul "Haqiqot Al-Hijaab wa Hujjiyatul Hadits".
Potret Buya Hamka Wikipedia Oleh Ahsan Hakim MPdI Mahasiswa Prodi Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang Cukup banyak yang tersentak ketika Naila Fauzia, cucu salah seorang tokoh Muhammadiyah, Buya Hamka, mengangkat sebuah tulisan di akun media sosialnya yang mengatakan bahwa jilbab, menurut Buya Hamka, tidak wajib. Tulisan tersebut menarik minat saya untuk turut berkomentar dan sempat terjadi perdebatan. Perdebatan itu kemudian membawa saya terhubung langsung dengan Ibu Fathiyah Hamka yang merupakan anak kandung ke-7 Buya Hamka melalui sambungan telepon, melalui perantara Mbak Naila yang merupakan anak beliau. Melalui telepon itu, saya dapat menyimpulkan bahwa Mbak Naila adalah orang baik tentu saja!, meskipun dalam hal jilbab, kami berselisih pendapat. Hal yang pertama perlu digarisbawahi adalah bahwa, H. Abdul Karim Abdullah yang kemudian kita kenal dengan nama Hamka, sebagai seorang individu adalah milik keluarganya, tetapi Hamka sebagai ulama adalah milik umat Islam. Sehingga pemikiran Hamka yang dituliskan dalam karya-karyanya bukan hanya hak keluarganya yang dapat dihitung dan dibagi berdasarkan Ilmu Faraid. Pemikiran Hamka tidak dapat misalnya, dimanipulasi’ oleh sebagian keluarganya, melainkan dapat didiskusikan oleh siapapun yang mempelajarinya. Terlebih, di internal cucu-cucu Hamka sendiri terbelah dua pandangan terkait pemikiran Hamka tentang jilbab, sehingga dapat dikatakan di internal cucu-cucu Hamka sendiri masih belum final. Apakah jilbab menurut Hamka wajib? Pertanyaan tersebut membutuhkan teks langsung Hamka tentang hukum jilbab. Sayangnya sampai tulisan ini dibuat, jawaban tekstual itu tidak ditemukan. Tidak ditemukan jawaban tegas Hamka tentang “hukum wajib jilbab”. Pada saat yang sama Hamka tidak memaksakan anggota keluarga perempuannya memakai jilbab. Itulah faktor utama yang menjadikan banyak orang bertanya-tanya, bahkan di antara cucu Buya Hamka sendiri terbelah pandangan. Supaya fair maka harus saya katakan, Hamka memang secara tekstual tidak menulis hukum jilbab adalah wajib, tetapi Hamka juga tidak secara tekstual menulis hukum jilbab adalah tidak wajib. Berangkat dari sini, artinya skor masih sama 1-1. Belum bisa ditarik kesimpulan secara tegas apakah Buya Hamka mewajibkan jilbab bagi perempuan ataukah tidak. Untuk mengurai masalah tersebut, harus dibedakan antara Pemikiran Hamka dan Sikap Hamka. Ini penting. Karena melihat sepak terjang Hamka, dua hal itu memang memiliki domain yang berbeda dalam sejarah perjalanan hidupnya. Ini dapat dibuktikan misalnya, secara pemikiran ia berlawanan dengan Soekarno, tetapi secara sikap, ia justru menyalatkan jenazah Soekarno. Lantas apa yang dibicarakan Hamka dalam menafsirkan ayat-ayat yang terkait dengan jilbab? Dalam perdebatan di media sosial, Mbak Naila menjelaskan bahwa kriteria pakaian perempuan menurut Hamka sederhana, yaitu sopan, layak dan tidak menggoda kaum pria. Cukup. Kriteria itu ia ambil dari keterangan di buku Hamka yang berjudul 1001 Soal Kehidupan. Kriteria tersebut paralel dengan penjelasan Hamka ketika menafsirkan QS. Al-Ahzab ayat 59 dalam sub bab tersendiri yang diberi judul Pakaian Sopan. Ia menuliskan, “Selangkah demi selangkah masyarakat Islam itu ditentukan bentuknya agar berbeda dengan masyarakat jahiliyah. Terutama ditunjukkan perbedaan pakaian perempuan yang menunjukkan adab sopan santun yang tinggi.” Jika Mbak Naila hanya berhenti pada penjelasan kriteria pakaian yang sopan, layak dan tidak menggoda laki-laki, maka sebagaimana yang saya sampaikan di telepon, pernyataan itu rawan digunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung-jawab untuk membenarkan dirinya berpakaian apapun selama merasa sopan, layak dan tidak menggoda laki-laki. Kriteria itu abstrak sekali dan, sebagaimana perdebatan di media sosial tersebut, kriteria itu dapat berlaku sangat fleksibel dan subyektif? seperti yang diakui Mbak Naila sendiri. Dalam membicarakan kriteria sopan itu, harus melihat penjelasan utuh Hamka dalam tafsirnya. Ia menulis dalam sub bab Jilbab di Indonesia ketika menafsirkan QS. Al-Ahzab ayat 59, “Dalam ayat yang kita tafsirkan ini jelaslah bahwa bentuk pakaian atau modelnya tidaklah ditentukan oleh al-Quran. Yang jadi pokok yang dikehendaki al-Quran ialah pakaian yang menunjukkan iman kepada Allah SWT, pakaian yang menunjukkan kesopanan, bukan yang memperagakan badan untuk jadi tontonan laki-laki.” Dalam menafsirkan QS. An-Nur ayat 31, Hamka membuat sub bab Kesopanan Iman. Ia menuliskan, “Yang diperingatkan oleh Islam kepada umatnya yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan ialah supaya mata jangan diperliar, kehormatan diri dan kemaluan hendaklah dipelihara, jangan menonjolkan perhiasan yang seharusnya tersembunyi, jangan membiarkan bagian dada terbuka, tetapi tutuplah baik-baik.” Jika penjelasan di atas masih belum jelas, Hamka belum berhenti. Ia menjelaskan kriteria yang lebih detail dalam menafsirkan QS. An-Nur ayat 31. “Peringatan kepada perempuan, selain menjaga penglihatan mata dan memelihara kemaluan, ditambah lagi, yaitu janganlah dipertontonkan perhiasan mereka kecuali yang nyata saja. CINCIN DI JARI, MUKA DAN TANGAN, ITULAH PERHIASAN YANG NYATA. Artinya yang sederhana dan tidak menyolok dan menganjurkan. Kemudian diterangkan pula, bahwa hendaklah selendang kudung yang telah memang tersedia ada di kepala itu ditutupkan kepada dada.” Dalam penjelasan selanjutnya Hamka menuliskan agar perempuan menutupkan selendang kepada “juyub”, yaitu lubang terbuka dada yang memperlihatkan pangkal payudara. Adalah betul Hamka tidak menyatakan secara tekstual jilbab adalah wajib, tetapi Hamka menyebutkan kriteria pakaian di dalam Islam, yaitu beradab yang sopan, tidak memperagakan badan menonjolkan lekuk tubuh pada laki-laki, tidak mempertontonkan perhiasan kecuali yang nyata cincin di jari, muka dan tangan, dan mengenakan selendang kudung yang dijulurkan menutupi dada. MODE PAKAIAN Hal yang menarik, ketika menjelaskan kritera pakaian itu, Hamka menuliskan keluhannya ketika menafsirkan QS. An-Nur ayat 31. Katanya, “Memang amatlah payah menerima anjuran ini bagi orang yang lebih tenggelam kepada pergaulan modern sekarang ini. Kehidupan modern adalah pergaulan yang amat bebas di antara laki-laki dan perempuanlah permulaan dari penyakit yang tidak akan sembuh selama-lamanya, sampai hancur pribadi dan hilang kendali atas diri. Menjadilah kita orang yang kotor. Orang dipaksa mesti sopan dan berpekerti halus terhadap perempuan, tetapi pintu-pintu buat mengganggu syahwat dibuka selebar-lebarnya. Mode-mode pakaian perempuan terlepas sama sekali dari kendali agama, lalu masuk ke dalam kekuasaan diktator ahli mode di Paris, London, dan New York.” Panjang lebar Hamka mengkritik filsafat pandangan hidup Barat modern yang dimulai-sebarkan oleh Sigmund Freud dan Karl Marx, yang telah mengeksploitasi filsafat pandangan hidup untuk dikerucutkan pada urusan libido dan masalah perut. Pada sub bab Jilbab di Indonesia Hamka menuliskan pengalamannya ketika datang ke Tanjung Pura dan Pangkalan Berandan tahun 1926, ke Makassar tahun 1931, ke Bima tahun 1956, ke Gorontalo tahun 1967, dan ke Yogyakarta tahun 1924 pada Gerakan Aisyiyah, untuk menjelaskan bagaimana model jilbab yang dikenakan pada masing-masing budaya di daerah tersebut. Kemudian ia menyampaikan, “Menjadi adat istiadat perempuan Indonesia jika telah kembali dari haji, lalu memakai khimaar selendang yang dililitkan di kepala dengan dibawahnya dipasak dengan sanggul bergulung, sehingga rambut kemas tidak kelihatan.” Untuk diketahui, Hamka sebenarnya mendefinisikan jilbab sebagai, “Kain sarung yang ditutupkan ke seluruh badan hanya separuh muka saja yang kelihatan.” Maka jelaslah Hamka membedakan antara mode pakaian dan kriteria pakaian dalam Islam. Bahkan, di lain pihak, Hamka juga mengatakan perempuan Mekah yang memakai jenis pakaian yang hanya terlihat matanya dan beberapa negeri Islam yang perempuannya memakai purdah, bukan merupakan kriteria detail pakaian yang disebut dalam al-Quran. Tetapi digolongkan dalam mode pakaian. Hamka terlihat ingin menonjolkan pemikiran moderatnya ketika menulis paragraf penutup pada tafsir QS. An-Nur ayat 31, “Kalau di Barat perempuan bebas lepas sesuka dengan tidak ada kontrol, maka di negeri-negeri Islam yang jumud perempuan dikurung oleh laki-laki. Keduanya kehilangan pedoman hidup. Maka jalan yang baik ialah kembali kepada jalan tengah yang diwariskan Nabi Saw. Kaum perempuan tidak dikurung dan ditindas, tidak pula dibiarkan mengacaukan masyarakat dengan kerling matanya. Tetapi dipupuk rasa tanggung jawabnya atas dirinya, dengan bimbingan laki-laki, dalam rangka membangun masyarakat beriman.” SIKAP HAMKA Telah saya katakan di awal bahwa memang, harus dibedakan antara Pemikiran Hamka dan Sikap Hamka. Mengingat Hamka tidak memaksakan anggota keluarganya yang perempuan untuk mengenakan jilbab, bahkan ketika masih memegang Yayasan Al-Azhar di Kebayoran Baru, berdasarkan cerita Mbak Naila, siswi sekolah tersebut memakai rok selutut dan kemeja lengan pendek. Guru perempuannya pun tidak ada yang berjilbab, memakai rok biasa dan rambut terbuka. Ibu Fathiyah Hamka dengan vibrasi suaranya yang menunjukkan beliau sudah tua, menyampaikan di telepon, “Hamka tidak pernah mewajibkan anak-anaknya memakai jilbab, juga tidak melarang-larang memakainya. Ya kehidupan berjalan biasa begitu saja.” Lantas bagaimana mengawinkan fakta keduanya antara pemikiran dan sikap Hamka? Ada ceramah Gus Baha yang menarik saya terjemah dan trakskripkan audionya di sini. Ia menyampaikan, “Tidak usah sok pintar. Asal dia ulama entah dia itu siapa saja harus kita hormati. Saya hormat sekali, dengan Mbah Mun ya hormat, dengan Habib Lutfi ya hormat, dengan Bapak Quraish Shihab ya hormat, asal dia alim ulama pasti bacanya banyak, pertimbangannya banyak. Kecuali dia tidak alim saya tidak percaya, tapi beliau-beliau ini kan orang alim. Lalu kalau beliau berstatemen hukum, apakah hukum fikih atau hukum tahapan, kita kan tidak tahu, kan dia orang alim. Kadang orang alim fatwa itu hukum tahapan, bukan hukum sebenarnya. Misalnya begini, orang Indonesia rata-rata cara berpakaian begitu lalu diputuskan bilang tidak apa-apa. Ternyata bilang tidak apa-apa itu dalam proses tahapan, bukan menghukumi yang sebenarnya. Saya contohkan paling mudah supaya kamu ngaji, supaya tidak sedikit-sedikit menyalahkan orang. Rasulullah pernah ditanya, Ya Rasulallah saya ini mau masuk Islam tapi penyakit dasar saya berbohong. Apa boleh saya shalat, zakat, tapi masih berbohong? Jawab Nabi, Tidak apa-apa, kamu yang penting shalat.’ Setelah orang itu pergi Ibnu Abbas protes, Ya Rasulallah apakah engkau menghalalkan berbohong?’ Kata Nabi, Tidak, berbohong tidak halal.’ Ibnu Abbas bertanya lagi, Tapi engkau membolehkan ketika orang itu membuat kontrak tetap boleh berbohong karena orang ini pekerjaannya makelar, rezekinya dari berbohong.’ Jawab Nabi, Nanti kalau sering shalat pasti jijik sendiri dengan berbohong.’ Berarti ketika Nabi tidak mengharamkan berbohong ini bukan hukum sebenarnya, ini hukum tahapan.” Menyimak ceramah Gus Baha tersebut, jika benar sikap Hamka termasuk hukum tahapan dan bukan hukum fikih, maka benarlah apa yang dijelaskan oleh cucu Hamka yang lainnya, yaitu kakak beradik Mas Abdul Malik dan Mas Abdul Hadi, bahwa Hamka mendorong putri-putrinya untuk berjilbab, tetapi dalam prakteknya tidak dengan cara memaksa. Terlebih pada zaman itu belum terlalu umum budaya jilbab di Indonesia. Kakak beradik tersebut adalah putri dari Prof. Dr. Aliyah Hamka, yang juga merupakan anak kandung Hamka. Itu adalah husnuzhan saya terhadap Hamka, terhadap ulama. Jika saya harus memberlakukan sikap suuzhan, maka dalam timbangan pikiran pribadi boleh jadi saya katakan Hamka kurang bertanggung jawab terhadap anggota keluarga perempuannya dari perintah menutup aurat. Tapi hal itu jelas tidak saya lakukan. SISTEMATIKA PENULISAN TAFSIR AL-AZHAR Dalam menafsirkan QS. An-Nur ayat 31-32 Hamka secara runut menjelaskan Peringatan bagi kaum laki-laki agar menjaga pandangan matanya dari perempuan agar terhindar dari syahwat yang tidak terkendali Peringatan bagi kaum perempuan untuk selain menjaga penglihatan dan memelihara kemaluan, juga tidak mempertontonkan perhiasannya kecuali yang nyata saja cincin di jari, muka dan tangan Kritik terhadap mode pakaian dan filsafat pandangan hidup Barat modern Orang-orang yang boleh diperlihatkan “perhiasan” perempuan Kesopanan Iman, dengan mejelaskan kriteria pakaian dalam Islam dan pembahasan mode pakaian Adapun dalam menafsirkan QS. Al-Ahzab ayat 59 Hamka secara runtut memaparkan Pakaian Sopan, dengan mengisahkan bagaimana Rasulullah memerintahkan istri-istri dan anak-anaknya yang perempuan agar ketika keluar dari rumah hendaklah memakai jilbab Jilbab di Indonesia, yang membicarakan model-model jilbab yang dipakai sesuai adat dan budaya di Indonesia Dengan melihat sistematika itu, rasanya memang tidak perlu lagi berebut klaim apakah Hamka mewajibkan jilbab atau tidak karena secara tekstual memang tidak/belum ditemukan, tetapi yang perlu mendapat perhatian lebih adalah bagaimana Hamka menjelaskan kriteria pakaian dalam Islam seperti yang sudah dijelaskan di atas serta kritik beliau terhadap mode, budaya, serta filsafat hidup Barat modern terkait pakaian dan kehidupan perempuan. Jika itu disepakati, maka diskusi bisa dianggap selesai. Wallahu a’lam bish-shawab.
.
  • dk16z4d5pm.pages.dev/19
  • dk16z4d5pm.pages.dev/456
  • dk16z4d5pm.pages.dev/332
  • dk16z4d5pm.pages.dev/205
  • dk16z4d5pm.pages.dev/244
  • dk16z4d5pm.pages.dev/306
  • dk16z4d5pm.pages.dev/431
  • dk16z4d5pm.pages.dev/101
  • istri buya hamka tidak berjilbab